TUGAS 6 KARAKTERISTIK PEKEMBANGAN PESERTA DIDIK DI TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH, MENCAKUP A.PERKEMBANGAN FISIK DAN MOTORIK B.KOGNITIF C.BAHASA D.SOSIOEMOSIONAL E.MORAL DAN RELIGI
KELAS PPKn SORE B
Nama :
ALFAN HERJANDI
NIM : E1B117004
Blog :
alfanjandi.blog.spot.com
NO Hp : 085397200906
TUGAS 6 / 15 APRIL 2018
Creative
Summary tentang : Karakteristik perkembangan peserta didik di tingkat satuan
pendidikan sekolah menengah, mencakup (a) perkembangan fisik dan motorik, (b) kognitif,
(c) bahasa, (d) sosioemosional, (e) moral dan religi.
- PERKEMBANGAN MOTORIK.
2. Perkembangan Fisik
Yang
dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak,
kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001).
Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh,
pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi
reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya
adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan.
Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan
kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001). Secara umum perubahan
yang akan terjadi pada saat remaja adalah:
Perubahan
Tubuh
Beradasar
pembagian dari periode remaja adalah:
Ciri-Ciri
Remaja Awal (Teenagers)
a. Perubahan
Eksternal
1.Tinggi
Rata-rata
anak perempuan mencapai tinggi yang matang antara usia tujuh belas dan delapan
belas tahun, dan rata-rata anak laki-laki kira-kira setahun sesudahnya. Dalam
hal kecepatan pertumbuhan, terutama nampak jelas dalam usia 12-14 tahun remaja
putri bertumbuh demikian cepat meninggalkan pertumbuhan remaja pria.
2.Berat
Perubahan
berat badan mengikuti jadwal yang sama dengan perubahan tinggi. Tetapi berat
badan sekarang tersebar ke bagian-bagian tubuh yang tadinya hanya mengandung
sedikit lemak atau tidak mengandung lemak sama sekali.
3. Proporsi
Tubuh
Berbagai
anggota tubuh lambat laun mencapai perbandingan tubuh yang baik. Misalnya,
badan melebar dan memanjang sehingga anggita badan tidak lagi kelihatan terlalu
panjang. Pada laki-laki mulai memperlihatkan penonjolan otot-otot pada dada,
lengan, paha dan betis. Pada wanita mulai menunjukkan mekar tubuh yang
membedakannya dengan tubuh kanak-kanak.
4.Organ Seks
Baik organ
seks pria maupun wanita mencapai ukuran yang matang pada akhir masa remaja,
tetapi fungsinya belum matang sampai beberapa tahun kemudian. Kematangan
kelenjar seks pada usia 11/12 th – 14/15 tahun. Biasanya pertumbuhan itu lebih
cepat pada remaja putri dibanding remaja putra.
Ada 2 macam
ciri-ciri pada organ seks, antara lain:
4.1 Ciri-ciri seks primer
Pada masa
remaja pria ditandai dengan cepatnya pertumbuhan testis, yaitu pada tahun
pertama dan kedua, kemudian tumbuh secara lebih lambat dan mencapai ukuran
matangnya pada usia 20 atau 21 tahun. Sebenarnya testis ini ada sejak
kelahiran, tetapi baru 10 % dari ukuran matangnya. Setelah testis mulai tumbuh,
penis pun mulai bertambah panjang, pembuluh mani dan kelenjar prostat semakin
membesar. Matangnya organ-organ seks tersebut, memungkikan remaja pria (sekitar
14-15 tahun) mengalami “mimpi basah” (mimpi berhubungan seksual.
Pada remaja
wanita, kematangan organ-organ seksnya ditandai dengan tumbuhnya rahim, vagina
dan ovarium. Ovarium mengeluarkan telur dan mengeluarkan hormon-hormon yang
diperlukan untuk kehamilan, menstruasi dan perkembangan seks sekunder. Pada
masa inilah (sekitar usia 11-15 tahun) untuk pertama kalinya remaja wanita
mengalami menstruasi pertama. Menstruasi pertama sering disertai dengan sakit
kepala, sakit punggung dan mudah tersinggung.
4.2 Ciri-ciri Seks Sekunder
Pada remaja
wanita ciri-ciri sekundernya yaitu, tumbuh rambut atau bulu disekitar kemaluan
dan ketiak, bertambah besarnya buah dada,dan bertambah besarnya panggul. Pada
remaja pria yaitu, tumbuh rabut atau bulu disekitar kemaluan dan ketiak,
terjadi perubahan suara, tumbuh kumis, dan tumbuh jakun.
b. Perubahan
Internal
1. Sistem
Pencernaan
Perut
menjadi lebih panjang dan tidak lagi terlampau bebentuk pipa, usus bertambah
penjang dan bertambah besar, otot-otot perut di dinding-dinding usus menjadi
lebih tebal dan lebih kuat, hati bertambah berat dan kerongkongan bertambah
panjang.
2. Sistem
Peredaran Darah
Jantung
tumbuh pesat selama masa remaja; pada usia 17 atau 18, beratnya duabelas kali
berat pada waktu lahir. Panjang dan tebal dinding pembuluh darah meningkat dan
mencapai tingkat kematangan bilamana jantung sudah matang.
3. Sistem
Pernafasan
Kapasitas
paru-paru anak perempuan hamper matang pada usia 17 tahun; anak laki-laki
mencapai tingkat kematangan beberapa tahun kemudian.
4. Sistem
Endokrin
Kegiatan
gonad yang meningkat pada masa puber menyebabkan keseimbangan sementara dan
seluruh system endokrin pada awal masa puber. Kelenjar-kelenjar seks berkembang
pesat dan berfungsi, meskipun belum mencapai ukuran matang sampai akhir masa
remaja awal atau awal masa dewasa.
5. Jaringan
Tubuh
Perkembangan
kerangka berhenti rata-rata pada usia 18 tahun. Jaringan sel tulang berkembang
sampai tulang mencapai ukuran matang, khususnya bagi perkembangan jaringan
otot.
Karakter
Kognitif
Intelektual
adalah orang yang menggunakan kecerdasannya untuk bekerja, belajar,
membayangkan, mengagas, atau menyoal dan menjawab persoalan tentang berbagai
gagasan. Pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan pada usia 12–20 tahun secara
fungsional, perkembangan kognitif (kemampuan berfikir) remaja dapat digambarkan
sebagai berikut:
- Secara intelektual remaja mulai dapat berfikir logis tentang gagasan abstrak.
- Berfungsinya kegiatan kognitif tingkat tinggi yaitu membuat rencana, strategi, membuat keputusan-keputusan, serta memecahkan masalah.
- Sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi, membedakan yang konkrit dengan yang abstrak.
- Munculnya kemampuan nalar secara ilmiah, belajar menguji hipotesis.
- Memikirkan masa depan, perencanaan, dan mengeksplorasi alternatif untuk mencapainya psikologi remaja.
- Mulai menyadari proses berfikir efisien dan belajar berinstropeksi.
- Wawasan berfikirnya semakin meluas, bisa meliputi agama, keadilan, moralitas, dan identitas (jati diri).
Karakteristik
perkembangan intelektual remaja digambarkan oleh Keating (Syamsu Yusuf, 2004 :
195 – 196) sebagai berikut:
- Kemampuan intelektual remaja telah sampai pada fase operasi formal sebagaimana konsep Piaget. Berlainan dengan cara berpikir anak-anak yang tekanannya kepada kesadaran sendiri di sini dan sekarang (here and now), cara berpikir remaja berkaiatan erat dengan dunia kemungkinan (world of possibilities).
- Melalui kemampuannya untuk menguji hipotesis, muncul kemampuan nalar secara ilmiah.
- Mampu memikirkan masa depan dan membuat perencanaan dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya.
- Mampu menyadari aktivitas kognitifnya dan mekanisme yang membuat proses kognitif tersebut efisien atau tidak efisien.
- Cakrawala berpikirnya semakin luas.
Implikasi
Perkembangan Intelek Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Piaget
menyebutkan bahwa sebagian besar remaja mampu memahami dan mengkaji
konsep-konsep abstrak dalam batas-batas tertentu. Menurut Bruner, siswa usia
remaja ini dapat menggunakan bentuk-bentuk simbol dengan cara yang canggih.
Guru dapat membantu mereka dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses (discover
approach) dengan memberi penekanan pada penguasaan konsep-konsep abstrak.
Karena siswa
pada usia remaja ini masih dalam proses penyempurnaan penalaran, guru hendaknya
tidak menganggap bahwa mereka berpikir dengan cara yang sama dengan guru. Untuk
itu, guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengadakan diskusi
secara baik serta memberikab tugas-tugas penulisan makalah. Dalam hal ini, guru
hendaknya mengamati kecenderungan-kecenderungan remaja untuk melibatkan diri
dalam hal-hal yang tidak tergali. Cara yang baik dalam mengatasi bentuk-bentuk
pemikiran yang belum matang ialah membantu siswa menyadari bahwa mereka telah
melupakan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Namun, bila permasalahan tersebut
merupakan masalah kompleks dengan bobot emosi yang cukup dalam, hal itu bukan
tugas yang mudah.
Bahasa
Pola bahasa
yang dimiliki dan dikuasai anak adalah bahasa yang berkembang di dalam
keluarga, yang disebut bahasa ibu. Perkembangan bahasa ibu dilengkapi dan
diperkaya oleh bahasa masyarakat tempat mereka tinggal. Hal ini berarti proses
pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan dengan masyarakat
sekitar akan memberi ciri khusus dalam perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan
dengan teman sebaya menyebabkan bahasa remaja lebih diwarnai oleh pola bahasa
pergaulan yang berkembang di dalam kelompok masyarakat yang bentuknya amat
khusus, seperti istilah “baceman” di kalangan pelajar yang dimaksudkan
adalah bocoran soal ulangan atau tes. Bahasa prokem juga tercipta secara khusus
di kalangan remaja untuk kepentingan khusus remaja pula. Karakter bahasa yang
biasa muncul dalam usia remaja SMA adalah sebagai berikut:
- Lebih memantapkan diri pada bahasa asing tertentu yang dipilihnya.
- Menggemari literatur yang bernapaskan dan mengandung nilai-nilai filosofis, ethis, religius.
- Lebih bersifat rasionalisme idealis
- Sudah mampu mengoprasikan kaidah-kaidah logika formal disertai kemapuannya membuat generalisasi yang lebih bersifat konklusif dan komperhensif.
- Tercapainya titik puncak kedewasaan, yang kemudian mungkin ada pertambahan yang sangat terbatas bagi yang terus bersekolah, bahkan mungkin menjadi mapan yang suatu saat menjalani deklinasi.
- Kecenderunga bakat tertentu mencapai titik puncak dan kemantapannya.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Perkembangan
bahasa seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini.
- Faktor umur
- Faktor kondisi lingkungan
- Faktor kecerdasan
- Status sosial ekonomi keluarga
- Faktor kondisi fisik
Pengaruh
Kemampuan Berbahasa terhadap Kemampuan Berpikir
Tingkat
kemampuan berpikir sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa. Demikian
pula sebaliknya. Orang yang kemampuan berpikirnya rendah akan mengalami
kesulitan dalam menyusun kata-kata atau kalimat yang baik, logis, dan
sistematis. Hal ini tentu saja akan menyulitkan mereka dalam berkomunikasi.
Orang
menyampaikan ide atau gagasannya menggunakan bahasa. Demikian pula menangkap
ide atau gagasan orang lain dilakukan melalui bahasa. Menyampaikan dan
menangkap makna ide dan gagasan merupakan proses berpikir yang abstrak.
Ketidaktepatan menangkap arti bahasa akan berakibat kekaburan persepsi yang
diperolehnya. Akibat lebih lanjut adalah hasil proses berpikir menjadi tidak
tepat. Ketidaktepatan ini diakibatkan oleh kekurangan dalam berbahasa.
Implikasi
Pengembangan Kemampuan Bahasa Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Kelompok
belajar terdiri dari siswa-siswa yang memiliki variasi bahasa yang berbeda-beda,
baik kemampuan maupun polanya. Sehubungan dengan itu, dalam mengembangkan
strategi belajar mengajar di bidang bahasa, guru perlu memfokuskan pada
kemampuan dan keragaman bahasa anak. Anak diminta untuk melakukan pengulangan
(menceritakan kembali) pelajaran yang telah diberikan dengan kata-kata yang
disusun sendiri.
Dengan cara
ini, guru dapat melakukan identifikasi tentang pola dan tingkat kemampuan
bahasa mereka. Kalimat atau cerita anak tentang isi pelajaran perlu diperkaya
dan diperluas oleh guru agar mereka mampu menyusun cerita yang lebih
komprehensif tentang isi bacaan yang telah dipelajarinya dengan menggunakan
pola bahasa mereka sendiri.
Perkembangan
bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara mandiri, baik lisan maupun
tertulis, dengan mendasarkan pada bahan bacaan akan lebih mengembangkan
kemampuan dan membentuk pola bahasa anak. Dalam penggunaan model ini, guru
harus banyak memberikan rangsangan dan koreksi dalam bentuk diskusi atau
komunikasi bebas. Oleh karena itu, sarana pengembangan berbahasa, seperti buku
bacaan, surat kabar, majalah, dan lain-lain hendaknya disediakan di sekolah.
Sosial Emosi
Pada masa
ini, tingkat karateristik emosional anak usia SMA akan menjadi drastis tingkat
kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja seperti perasaan sayang,
marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus
asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai calon pendidik dan
pendidik kita harus mengetahui setiap aspek yang berhubungan dengan perubahan
pola tingkah laku dalam perkembangan remaja, serta memahami aspek atau gejala
tersebut sehingga kita bisa melakukan komunikasi yang baik dengan remaja.
Perkembangan pada masa SMA (remaja) merupakan suatu titik yang mengarah pada
proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sifat kanak-kanak akan sulit dilepaskan
pada diri remaja karena pengaruh didikan orang tua.
Psikolog
memandang anak usia SMA sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak
jelas dalam rangkaian proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena
mereka berada pada periode transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju
periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka melalui masa yang disebut masa
remaja atau pubertas. Umumnya mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak tapi
jika mereka disebut sebagai orang dewasa, mereka secara riil belum siap
menyandang predikat sebagai orang dewasa.
Ada
perubahan-perubahan yang bersifat universal pada masa remaja, yaitu meningginya
emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikis,
perubahan tubuh, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial
tertentu untuk dimainkannya yang kemudian menimbulkan masalah, berubahnya
minat, perilaku, dan nilai-nilai, bersikap mendua (ambivalen) terhadap
perubahan. Perubahan-perubahan tersebut akhirnya berdampak pada perkembangan
fisik, kognitif, afektif, dan juga psikomotorik mereka.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Sejumlah
penelitian tentang emosi menunjukkan bahwa perkembangan emosi remaja sangat
dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 1960:266).
Kegiatan belajar turut menunjang perkembangan emosi remaja. Metode belajar yang
menunjang perkembangan emosi antara lain sebagai berikut:
- Belajar dengan coba-coba
- Belajar dengan cara meniru
- Belajar dengan cara mempersamakan diri
- Belajar melalui pengondisian
- Belajar di bawah bimbingan dan pengawasan
Pengaruh
Emosi terhadap Tingkah Laku
Perasaan
takut atau marah dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan emosi dan
menjadi gemetar. Dalam ketakutan, mulut menjadi kering, jantung berdetak cepat,
dan lain-lain. Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab seseorang kesulitan
berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang
gagap. Seorang yang gagap sering dapat berbicara secara normal jika dalam
keadaan rileks atau senang. Namun, jika dia dihadapkan pada situasi-situasi
yang menyebabkan kebingungan
Perilaku
ketakutan, malu-malu atau agresif dapat disebabkan oleh ketegangan emosi atau
frustasi. Karena reaksi kita berbeda-beda terhadap setiap orang yang kita
jumpai maka akan timbul emosi tertentu. Seorang siswa bisa saja tidak senang
kepada gurunya bukan karena pribadi guru, tetapi karena sesuatu yang terjadi
pada situasi belajar di kelas. Jika ia merasa malu karena gagal dalam menjawab
soal tes lisan, pada kesempatan lain, ia mungkin menjadi takut ketika
menghadapi tes tertulis. Akibatnya, ia memutuskan untuk membolos, atau mungkin
melakukan kegiatan yang lebih buruk lagi, yaitu melarikan diri dari orangtua,
guru, atau otoritas lain.
Implikasi
Pengembangan Emosi Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Sehubungan
dengan emosi remaja yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka
satu-satunya hal yang dapat guru lakukan adalah memperlakukan siswa seperti
orang dewasa yang penuh dengan rasa tanggung jawab moral. Salah satu cara yang
mendasar adalah dengan mendorong mereka untuk bersaing dengan diri sendiri.
Perlu
disadari bahwa remaja berada dalam keadaan yang membingungkan dan sulit diterka
perilakunya. Dalam banyak hal, ia bergantung pada orangtua tentang
keperluan-keperluan fisik dan merasa mempunyai kewajiban kepada pengasuhan yang
mereka berikan saat dia tidak mampu memelihara dirinya sendiri. Namun, ia juga
merasa ingin bebas dari otorita orangtuanya agar menjadi orang dewasa yang
mandiri. Hal itu memicu terjadinya konflik dengan orangtua. Apabila terjadi
friksi semacam ini, para remaja mungkin merasa bersalah, yang selanjutnya dapat
memperbesar jurang pemisah antara dia dan orangtuanya.
Seorang
siswa yang merasa bingung terhadap kondisi tersebut mungkin merasa perlu
menceritakan penderitaannya, termasuk rahasia-rahasia pribadinya kepada orang
lain. Oleh karena itu, seorang guru pembimbing hendaknya tampil berfungsi dan
bersikap seperti pendengar yang bersimpatik.
Moral
Karakteristik
yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan
tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional
formal, yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan masala-masalah
yang bersifat hipotetis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak
lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber
moral yang menjadi dasar hidup mereka (Gunarsa,1988).
Perkembangan
pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban
mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggap sebagai suatu
yang bernilai, walau belum mampu mempertanggung jawabkannya secara pribadi
(Monks, 1988). Perkembangan moral remaja yang demikian, jika meminjam teori
perkembangan moral dari Kohlberg berarti sudah mencapai tahap konvensioanl.
Pada akhir masa remaja seseorang akan memasuki tahap perkembangan pemikiran
moral yang disebut tahap pascakonvensional ketika orisinilitas pemikiran moral
remaja sudah semakin jelas. Pemikiran moral remaja berkembang sebagai pendirian
pribadi yang tidak tergantung lagi pada pendapat atau pranata yang bersifat
konvensional.
Melalui
pengalaman atau berinteraksi social dengan orang tua, guru, teman sebaya atau
orang dewasa lainnya, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika
dibandingkan dengan usia anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai
moral atau konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan
kedisiplinan.
Pada masa
ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik
oleh orang lain. Remaja berprilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan
fisiknya, tetapi psikologis (rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian
positif dari orang lain tentang perbuatannya).
Dikaitkan
dengan perkembangan moral dari Lawrence Kohlberg, menurut Kusdwirarti Setiono
(Fuad Noshori, Suara Pembaharuan, 7 Maret 1997) pada umunya remaja
berada dalam tingkatan konvensional, atau berada dalam tahap ketiga (berprilaku
sesuai dengan tuntutan dan harapan kelompok), dan keempat (loyalitas terhadap
norma atau peratutan yang berlaku dan diyakininya).
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Kusmara (Mahasiswa PPB FIP IKIP Bandung)
terhadap siswa kelas II SMA Negeri 22 Bandung pada tahun 1995 ditemukan bahwa
tingkatan moral mereka itu bersifat menyebar, yaitu pada tingkat
pra-konvensional (14%), konvensional (38%), dan pasca-konvensional (48%).
Jumlah para siswa yang menjadi responden penelitiannya sebanyak 120 orang.
Dengan masih
adanya siswa SMU (remaja) pada tingkat pra-konvensional atau konvensional, maka
tidaklah heran apabila diantara remaja masih banyak yang melakukan dekadensi
moral atau pelecehan nilai-nilai seperti tawuran, tindak criminal, meminum
minuman keras, dan hubungan seks di luar nikah.
Remaja
berprestasi dan tawuran adalah dua hal berbeda yang merupakan cerminan moral
yang dianut remaja.
Keragaman
tingkat moral remaja disebabkan oleh factor penentunya yang beragam juga. Salah
satu factor penentu atau yang mempengaruhi perkembangan moral remaja itu adalah
orangtua. Manurut Adamm dan Gullotta (183: 172-173) terdapat beberapa hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa orangtua mempengaruhi nilai remaja, yaitu
sebagai berikut :
- Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat moral remaja dengan tingkat moral orangtua (Haan, Langer & Kohlberg, 1976).
- Ibu-ibu remaja yang tidak nakal mempunyai skor yang lebih tinggi dalam tahapan nalar moralnya daripada ibu-ibu yang anaknya nakal, dan remaja yang tidak nakal mempunyai skor lebih tinggi dalam kemampuan nalar moralnya daripada remaja yang nakal (Hudgins & Prentice, 1973).
- Terdapat dua factor yang dapat meningkatkan perkembangan moral anak atau remaja , yaitu :
- a)Orangtua yang mendorong anak untuk berdiskusi secara demokratik dan terbuka mengenai berbagai isu, dan
- b)Orangtua yang menerapkan disiplin terhadap anak dengan teknik berpikir induktif (Parikh, 1980).
Implikasi
Perkembangan Moral dalam Pendidikan
Para remaja
sering bersikap kritis, menentang nilai-nilai dan dasar hidup orang tua dan
orang dewasa lainnya. Akan tetapi mereka tetap menginginkan suatu sistem nilai
yang akan menjadi pegangan dan petunjuk bagi perilaku mereka. Untuk remaja,
moral merupakan suatu kebutuhan untuk menumbuhkan identitas dirinya menuju
kepribadian yang matang dan menghindarkan diri dari konflik yang sering
terjadi. Nilai agama juga perlu mendapat perhatian, karena agama juga
mengajarkan tingkah laku yang baik dan buruk.
Apa
yang terjadi di dalam diri pribadi seseorang hanya dapat diketahui dengan cara
mempelajari gejala dan tingkah laku seseorang tresebut atau membandingkannya
dengan gejala serta tingkah laku orang lain. Tidak semua individu mencapai
tingkat perkembangan moral seperti yang diharapkan. Adapun upaya-upaya yang
dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja adalah :
1.
Menciptakan komunikasi
Dalam
komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral.
- Merangsang anak agar lebih aktif dalam tanggung jawab dan penentuan keputusan kelompok.
- Mengikutsertakan remaja dalam beberapa pembicaraan dan pengambilan keputusan keluarga maupun kelompok sebaya.
- Memberi kesempatan remaja berpartisipasi untuk mengembangkan aspek moral.
2.
Menciptakan iklim lingkungan yang serasi
Usaha
pengembangan tingkah laku nilai hidup hendaknya tidak hanya mengutamakan
pendekatan-pendekatan intelektual semata, tetapi juga mengutamakan adanya
lingkungan yang kondusif di mana faktor-faktor lingkungan itu merupakan
penjelmaan nyata dari nilai-nilai hidup tersebut.
Perkembangan
Motorik Siswa SMA, http://blog.elearning.unesa.ac.id/pdf-archive/perkembanga-motorik-siswa-sma.pdf.
Diakses pada tanggal 21 Agustus 2013.
ULASANNYA :
Di dalam
perkembangan peserta didik tidak hanya dinilai dari pertumbuhan dan
perkembangan dari dalam maupun luar diri seseorang. Tetapi di nilai dari segi
perkembangan karakteristiknya.
Karakteristik
yang dimaksud disini adalah yang pertama karakteristik fisik dan motorik, yang
kedua karakteristik kognitif, yang ketiga karakteristik bahasa, yang keempat
karakteristik sosioemosional, dan yang kelima adalah karakteristik moral dan
religi.
Dari kelima
karakteristik tersebut kita bisa menilai perkembangan peserta didik itu seperti
apa dan bagaimana. Diatas sudah dijelaskan kelima karakteristik tersebut yang
mencakup satuan pendidikan sekolah menengah atas atau (SMA).
Komentar
Posting Komentar